Pandemi Covid-19 yang tak
kunjung usai tentunya berdampak pada tatanan hidup dan perekonomian secara
drastis. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, pada Maret 2020 terjadi
peningkatan jumlah penduduk miskin sebanyak 1,63 juta orang dibandingkan
periode September 2019. Dengan demikian, jumlah penduduk miskin Indonesia saat
ini tercatat sebanyak 26,42 juta orang. Banyak perusahaan di Indonesia yang
harus melewati proses birokrasi yang sulit, sehingga memberikan dampak bagi
karyawan, mulai dari pemotongan gaji hingga pemutusan hubungan kerja (PHK). Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin)
Indonesia, Rosan P. Roeslani pada hari kamis, 25 juli 2020 menyatakan sudah 6,4
juta karyawan yang di-PHK atau dirumahkan oleh perusahaan akibat wabah virus
Corona (Covid-19) dan lebih tinggi dari
data yang dirilis Kemenaker sebanyak 2,8 juta orang.
Sudah
barang tentu perubahan kebijakan dalam perusahaan pun terjadi guna
meminimalisir meluasnya wabah covid 19. Para pegawai kantoran dipaksa untuk mennerapkan
pola kerja baru dari rumah masing-masing.
Work From Home (WFH) identik dengan melakukan pekerjaan
kantor, rapat, diskusi, dan koordinasi dengan rekan dan atau mitra kerja dari
rumah pegawai masing-masing secara online. Dalam
penerapannya, sistem kerja WFH memiliki fleksibilitas yang tinggi yang
merupakan bagian dari program PSBB (Pembatasan sosial bersekala besar) terutama
penerapannya sering diberlakukan di berbagai kota besar sehingga semakin banyak
masyarakat perkotaan yang memiliki banyak waktu luang dirumah sedangkan mereka
juga harus memikirkan kebutuhan pangan yang tentunya dalam kondisi seperti ini
serba sulit untuk pemenuhannya.
Urban farming merupakan
bercocok tanam di lingkungan rumah perkotaan dengan lahan terbatas yang diharapkan menjadi salah satu alternatif ketahanan
pangan pada masyarakat di wilayah urban. Bercocok tanam sendiri mungkin
adalah sesuatu yang tidak pernah terpikir akan dilakukan para penduduk kota
pada hari-hari dalam kondisi normal dengan rutinitas yang begitu tinggi. Namun
diwaktu pandemi seperti ini, saatnya memulai hal yang baru yang hasilnya nanti
dapat dioptimalkan sebagai produksi bahan pangan rumah tangga. Sayuran hasil
kebun sendiri tentunya akan lebih digemari karena masyarakat semakin aware
dengan kesehatan.
Untuk memulai urban farming, sarana belajar bisa
dari banyak sumber. Di tengah kecanggihan teknologi, saat ini referensi terkait
urban farming bahkan bisa diakses di berbagi video youtube. Tak usah memikirkan
lahan, sepanjang cahaya matahari melimpah, berkebun bisa dilakukan di lahan
sempit seperti teras atau halaman belakang. Bisa memanfaatkan barang bekas seperti
ember bekas, ban mobil bekas atau sepatu boot bekas dan botol botol plastik
yang sudah tidak terpakai. Media penanaman juga dapat berupa sabut kelapa,
kulit kacang sekam padi atau tanah. Untuk mendapatkan media tanam yang subur,
bisa menggunakan pupuk alami dari pupuk kompos yang dapat dibuat dari sampah
sisa makanan.
Adanya urban farming adalah
salah satu solusi kemandirian pangan saat pandemi karena memiliki banyak
kebermanfaatan, seperti makanan sehat untuk keluarga, karena dengan menanam
sayuran sendiri seseorang tahu semua proses yang dilalui sehingga lebih mengenali
apa yang kita makan. Bisa menjadi aktivitas
positif saat berdiam di rumah supaya lebih produktif juga bisa menghijaukan
kota besar yang sesak dan padat. Kegiatan ini pun akan berdampak positif bagi
masing- masing individu, bahkan lingkungan sekitar.
0 komentar:
Posting Komentar